BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Penurunan
kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data Rumah Sakit Pendidikan dr.
Piringadi, para peneliti memperkirakan bahwa terdapat 3% kasus dengan
penurunan kesadaran atau komadari 10%
jumlah kasus kegawatdaruratan neurologi di Rumah Sakit dr. Piringadi
Kesadaran
ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebridan Ascending Reticular Activating System (ARAS) Jika terjadi
kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun
fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan
berbagai tingkatan.Ascending Reticular Activating System merupakan suatu
rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla
spinalismenuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan
yang mengenai lintasanARAS tersebut berada diantara medulla, pons,
mesencephalon menuju ke subthalamus,hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan
penurunan derajat kesadaran.
Neurotransmiter yang
berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan
gammaaminobutyric acid (GABA) Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS
ini merupakan kelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon
primitif yang merupakan manifestasi rangkaianinti-inti di batang otak dan
serabut-serabut saraf pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian
yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan
dalamkesadaran akan diri terhadap lingkngan atau input-input rangsangan
sensoris, hal ini disebut jugasebagai awareness. Pada referat ini akan dibahas
mengenai definisi penurunan kesadaran, bahaya penurunankesadaran, patofisiologi
, diagnosis serta diagnosis penurunan kesadaran akibat metabolik danstruktural
dan tatalaksana penurunan kesadaran yang terbagi atas tatalaksana baik umum
maupun khusus.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian penurunan kesadaran?
2.
Apa penyebab
penurunan Kesadaran?
3.
Bagaimana
Cara Penilaian Kesadaran?
1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam memahami dan mengetahui penurunan
kesadaran.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.
Agar dapat mengerti definisi Penurunan Kesadaran
2.
Agar dapat mengerti Etiologi Penurunan Kesadaran
3.
Agar dapat mengerti Cara Penilaian
Kesadaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi
dan waktu. ( Corwin, 2001 )
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita
tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga
tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai
keadaan dimana seseorang mengenal /mengetahui tentang dirinya
maupun lingkungannya. (Padmosantjojo, 2000 )
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :
1.
Kompos
mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca
indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar
maupun dalam. GCS Skor 14-15
2.
Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah,
masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan
orientasi terhadap sekitarnya menurun. Skor
11-12 : somnolent
3.
Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau
bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap
rangsang nyeri. Skor 8-10 : stupor
4.
Soporokoma
/ Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
5.
Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka
mata, bicara maupun reaksi motorik. .
Skor < 5 : koma
( Harsono , 1996 )
2.2
PENYEBAB
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan
– kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “
yaitu :
1.
S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit
jantung, Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh yang mengancam jiwa yang
diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai
darah yang memadai. Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya suplai
oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi maka dapat menyebabkan kegagalan
fungsi organ penting yang dapat mengakibatkan kematian. Kegagalan sistem
sirkulasi dapat disebabkan oleh Kegagalan jantung memompa darah, terjadi pada
serangan jantung.
Berkurangnya cairan tubuh yang
diedarkan. Tipe ini terjadi pada perdarahan besar maupun perdarahan dalam,
hilangnya cairan tubuh akibat diare berat, muntah maupun luka bakar yang luas.
Shock bisa disebabkan oleh
bermacam-macam masalah medis dan luka-luka traumatic, tetapi dengan
perkecualian cardiac tamponade dan pneumothorax, akibat dari shock yang paling
umum yang terjadi pada jam pertama setelah luka-luka tersebut adalah
haemorrhage (pendarahan).
Shock didefinasikan sebagai
‘cellular hypoperfusion’ dan menunjukan adanya ketidakmampuan untuk memelihara
keseimbangan antara pengadaan ‘cellular oxygen’ dan tuntutan ‘oxygen’. Progress
Shock mulai dari tahap luka hingga kematian cell, kegagalan organ, dan pada
akhirnya jika tidak diperbaiki, akan mengakibatkan kematian organ tubuh. Adanya
peredaran yang tidak cukup bisa cepat diketahui dengan memasang alat penerima
chemosensitive dan pressure-sensitive pada carotid artery. Hal ini, pada
gilirannya dapat mengaktivasi mekanisme yang membantu mengimbangi akibat dari
efek negative, termasuk pelepasan catecholamines (norepinephrine dan
epinephrine) dikarenakan oleh hilangnya syaraf sympathetic ganglionic;
tachycardia, tekanan nadi yang menyempit dan hasil batasan disekeliling
pembuluh darah (peripheral vascular) dengan mendistribusi ulang aliran darah
pada daerah sekitar cutaneous, splanchnic dan muscular beds. Dengan demikian,
tanda-tanda awal dari shock tidak kentara dan mungkin yang tertunda hanyalah
pemasukkan dari pengisian kapiler, tachycardia yang relatip dan kegelisahan.
2.
E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin
melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3.
M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
Etiologi hipoglikemia pada DM
yaitu hipoglikemia pada DM stadium dini, hipoglikemia dalm rangka pengobatan DM
yang berupa penggunaan insulin, penggunaan sulfonil urea, bayi yang lahir dari
ibu pasien DM, dan penyebab lainnya adalah hipoglikemia yang tidak berkaitan
dengan DM berupa hiperinsulinisme alimenter pos gastrektomi, insulinoma,
penyakit hati yang berat, tumor ekstrapankreatik, hipopitiutarism
Gejala-gejala yang timbul akibat
hipoglikemia terdiri atas 2 fase. Fase 1 yaitu gejala-gejala yang timbul akibat
aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga dilepaskannya hormon efinefrin.
Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa
lapar dan mual. gejala ini timbul bila kadar glukosa darah turun sampai 50% mg.
Sedangkan Fase 2 yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya
gangguan fungsi otak , karena itu dinamakan juga gejala neurologi. Gejalanya berupa
pusing, pandang kabur, ketajam mental menurun, hilangnya keterampilan motorik
halus, penurunan kesadaran, kejang-kejang dan koma.gejala neurologi biasanya
muncul jika kadar glukosa darah turun mendekati 20% mg.
Pada pasien ini menurut gejalanya
telah memasuki fase 2 karena telah terjadi gangguan neurologik berupa penurunan
kesadaran, pusing, dan penurunan kadar glukosa plasma mendekati 20 mg%.dan
menurut stadiumnya pasien telah mengalami stadium gangguan otak karena terdapat
gangguan kesadaran.
Pada pasien DM yang mendapat
insulin atau sulfonilurea diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila
didapatkan gejala-gejala tersebut diatas. Keadaan tersebut dapat
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan glukosa darah. Bila gejalanya meragukan
sebaiknya ambil dulu darahnya untuk pemeriksaan glukosa darah. Bila dengan
pemberian suntik bolus dekstrosa pasien yang semula tidak sadar kemudian
menjadi sadar maka dapat dipastiakan koma hipogikemia.sebagai dasar diagnosis
dapat digunakan trias whipple, yaitu gejala yang konsisten dengan hipoglikemia,
kadar glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah kadar glukosa plasma
meningkat
Prognosis dari hipoglikemia
jarang hingga menyebabkan kematian. Kematian dapat terjadi karena
keterlambatan mendapatkan pengobatan, terlalu lama dalam keadaan koma sehingga
terjadi kerusakan jaringan otak.
4.
E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang
berlebihan. Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,
tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal
dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian
akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan
merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi
tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan
dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat
(HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan
penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi
pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan
kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang
sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai
timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul
penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal
akut.
5.
N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun
metastasis, Muntah : gejala muntah terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai
nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya
muntah bersifat proyektil dan tak disertai dengan mual. Kejang : bangkitan kejang
dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35%
kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah
tumor otak. Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien
dengan astrositoma, 40% pada pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
Gejala Tekanan Tinggi
Intrakranial (TTIK) : berupa
keluhan nyeri kepala di daerah
frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah
proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem.
6.
I : Intoksikasi
Penurunan kesadaran disebabkan
oleh gangguan pada korteks secara menyeluruhmisalnya pada gangguan metabolik,
dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batangotak, terhadap formasio
retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon Pada penurunan
kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat(kuantitas,
arousal wake f ulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas,
awareness alertness kesadaran). Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi
ARAS dengan korteks serebri, apakahlesi supratentorial, subtentorial dan
metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.
Intoksikasi berbagai macam obat
maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadaran, Menentukan kelainan
neurologi perlu untuk evaluasi dan manajemen penderita. Pada penderita
dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibatkelainan struktur,
toksik atau metabolik. Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi
fungsi ARAS langsung atau tidak langsung. ARAS merupakan kumpulanneuron
polisinaptik yang terletak pada pusat medulla, pons dan mesensefalon,
sedangkan penurunan kesadaran karena kelainan metabolik terjadi karena
memengaruhi energi neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal atau
multifaktor. Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan
pernafasan, pergerakan spontan, evaluasisaraf kranial dan respons motorik
terhadap stimuli.
7.
T : Trauma
Terutama trauma kapitis :
komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dapat pula trauma
abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat mengurangi oksigenasi dan ventilasi
walaupun terdapat airway yang paten. Dada pasien harus dalam keadaan terbuka
sama sekali untuk memastikan ada ventilasi cukup dan simetrik. Batang tenggorok
(trachea) harus diperiksa dengan melakukan rabaan untuk mengetahui adanya
perbedaan dan jika terdapat emphysema dibawah kulit. Lima kondisi yang
mengancam jiwa secara sistematik harus
diidentifikasi atau ditiadakan (masing-masing akan didiskusikan secara rinci di
Unit 6 - Trauma) adalah tensi pneumothorax, pneumothorax terbuka, massive
haemothorax, flail segment dan cardiac tamponade. Tensi pneumothorax diturunkan
dengan memasukkan suatu kateter dengan ukuran 14 untuk mengetahui cairan atau
obat yang dimasukkan kedalam urat darah halus melalui jarum melalui ruang kedua
yang berada diantara tulang iga pada baris mid-clavicular dibagian yang terkena
pengaruh. Jarum pengurang tekanan udara dan/atau menutupi luka yang terhisap
dapat memberi stabilisasi terhadap pasien untuk sementara waktu hingga
memungkinkan untuk melakukan intervensi yang lebih pasti. Jumlah resusitasi
diperlukan untuk suatu jumlah haemothorax yang lebih besar, tetapi
kemungkinannya lebih tepat jika intervensi bedah dilakukan lebih awal, jika hal
tersebut sekunder terhadap penetrating trauma (lihat dibawah). Jika personalia
dibatasi melakukan chest tube thoracostomy dapat ditunda, tetapi jika
pemasukkan tidak menyebabkan penundaan transportasi ke perawatan yang
definitif, lebih disarankan agar hal tersebut diselesaikan sebelum
metransportasi pasien.
8.
E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.
2.5
Cara Penilaian Kesadaran
Penilaian statis kesadaran ada 2
yaitu penilaian secara kualitatif dan
penilaian secara kuantita-tif.
1.
Secara Kualitatif
Penilaian kesadaran secara
kualitatif antara lain :
a. Komposmentis (score 14 –15)Yaitu anak
mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respons yang cukupterhadap stimulus
yang diberikan.
b. Apatis Yaitu anak mengalami acuh tak acuh
terhadap kesadaran sekitanya.
c. Sumnolen (score 11 – 13)Yaitu
anak memiliki kesadaran yang lebih rendah ditandai dengan anak
tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsit, terhadap rangsangan
ringan danmasih memberikan respons terhadap rangsangan yang kuat.
d. Supor (score 8 –10 )Yaitu anak
tidak memberikan respons ringan maupun sedang, tetapi masihmemberikan respons
sedikit terhadap rangsangan yang kuat dengan adanya refleks pupil terhadap
cahaya yang masih positif.
e. Koma (score < 5)Yaitu anak
tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun sehinggarefleks
pupil terhadap cahaya tidak ada.
f. DeliriumYaitu tingkat kesadaran
yang paling bawah ditandai dengan dicorientasi yangsangat iriatif, kacau dan
salah persepsi terhadap rangsangan sensorik.
2.
Secara Kuantitatif
Penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat diukur melalui penilaian
skalakoma (Glasgow) yang dinyatakan dengan ecscelargow cumascale dengan
nilaikoma dibawah 10, adapun penilaian sebagai berikut :
Penilaian pada Glasgow Coma
Scale
1.
Respon motorik
Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah
sederhana seperti : mengangkat tangan, menunjukkan jumlah jari-jari dari
angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa, melepaskan gangguan.
Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang
diberikan seperti tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius
Nilai 4 : Fleksi menghindar dari
rangsangnyeri yang diberikan , tapi tidak mampu menunjuk lokasi atau tempat
rangsang dengan tangannya.
Nilai 3 : fleksi abnormal .
Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri (
decorticate rigidity )
Nilai 2 : ekstensi abnormal.
Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan
bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri
( decerebrate rigidity )
Nilai 1 : Sama sekali tidak
ada respon
Catatan :
- Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat
- Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatif
2.
Respon verbal atau bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga
(bangun). Pemeriksaan ini tidak berlaku bila pasien :
Dispasia atau apasia, Mengalami trauma mulut, Dipasang intubasi trakhea
(ETT)
Nilai 5 : pasien
orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara . orientasi waktu, tempat ,
orang, siapa dirinya , berada dimana, tanggal hari.
Nilai
4 : pasien “confuse” atau tidak
orientasi penuh
Nilai
3 : bisa bicara , kata-kata yang
diucapkan jelas dan baik tapi tidak menyambung dengan apa yang sedang
dibicarakan
Nilai
2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (“ngrenyem”),
suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya
Nilai
1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri
3. Respon membukanya mata :
Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya
Catatan:Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata.
Nilai
4 : Mata membuka spontan misalnya
sesudah disentuh
Nilai
3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau diperintahkan
membuka mata
Nilai
2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang
nyeri (Musrifatul, 2006 :160-161)
BAB III
PENUTUP
III.A Kesimpulan
III.B
SARAN
Kita sebagai tenaga kesehatan dalam menghadapi
pasien dalam keadaan tidak sadar harus tanggap dan cepat dalam memberikan
pertolongan terhadap pasien.
Komentar
Posting Komentar