BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Karies
2.1.1
Definisi
karies
Karies adalah penyakit pada jaringan
keras gigi yang disebabkan oleh kerja mikroorganisme pada karbohidrat yang
dapat di ragikan. Proses terjadinya karies di mulai dengan adanya plak pada
permukaan gigi. Sukrosa dari sisa makanan dan mikroorganisme pada gigi dalam
jangka waktu tertentu akan menyebabkan timbulnya asam yang menurunkan pH mulut
menjadi kritis kurang dari 5,5 dan hal ini akan menyebabkan terjadinya
demineralisasi email dan akan berlanjut menjadi karies gigi. Awal terjadinya
karies gigi terlihat adanya lesi karies berwarna putih pada gigi sebagai akibat
dekalsifikasi, selanjutnya lesi karies akan berkembang menjadi lubang berwarna
coklat atau hitam yang mengikikis gigi (Tarigan,2015).
2.1.2
Etiologi
Karies gigi
merupakan penyakit periodontal yang dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat.
Etiologi karies bersifat multifaktorial, sehingga memerluhkan faktor-faktor
penting seperti host, agent, mikroorganisme, substrat dan waktu.
1.
Host
Ada
beberapa faktor yang di hubungkan dengan karies gigi sebagai host atau tuan
rumah terhadap karies yaitu morfologi gigi (ukuran dan bentuk), struktur
enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior
sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah
tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu permukaan gigi yang
kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan
karies.
Permukaan
gigi yang rawan terhadap karies adalah :
a.) Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan
premolar, pit bukal molar dan pit palatal insisif.
b.) Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di
bawah titik kontak.
c.) Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di
atas tepi ginggiva.
d.) Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah
tempat melekatnya plak pada pasien dengan resisi ginggiva karena periodosium.
e.) Tepi tumpatan terutama yang kurang.
f.) Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan
dan jembatan.
2.
Subtrat
Faktor subtrat dapat mempengaruhi pembentukan
plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme pada
permukaan enamel. Karbohidrat memiliki peranan penting dalam pembuatan asam
bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Sintesa polisakarida ekstra
sel dari sukrosa lebih cepat dari pada glukosa, fruktosa, dan laktosa. Sukrosa
merupakan gula yang paling kariogenik dan yang paling banyak dikonsumsi.
Makanan dan minuman yang mengandung gula dapat menurunkan pH dengan cepat
sehingga mengakibatkan demineralisasi pada enamel.
3.
Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan penting dalam
menyebabkan terjadinya karies. Plak merupakan suatu lapisan lunak yang terdiri
dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu maktrik yang
terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi
mikroorganisme dalam plak yang berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus
gram positif merupakan jenis yang paling banyak ditemui seperti streptococus
mutans, streptococus sanguis, streptococus mitis, streptococus salivarius,
serta beberapa strain lainnya. Walaupun demikian, streptococus mutans yang
diakui menjadi penyebab karies.
4.
Waktu
Karies merupakan suatu penyakit kronis
progesif yang membutuhkan waktu beberapa bulan hingga tahun untuk dapat
berkembang.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
terjadinya karies yaitu:
1. Umur
Pada studi epidemiologi,
terdapat suatu peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur.
Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies karena sulitnya
membersihkan gigi yang sedang erupsi. Sedangkan anak - anak mempunyai risiko
karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua
lebih beresiko terhadap terjadinya karies akar. Dalam penelitian Tarigan
membuat faktor umum menjadi 3 fase, yaitu :
a. Periode
gigi campuran, disini Molar 1 paling sering terkena karies
b. Periode
pubertas (remaja) umur antara 14 – 20 tahun. Pada masa perubahan hormon yang
dapat menimbulkan pembengkaan gusi, sehingga kurang terjaganya kebersihan gigi
dan mulut dan dapat meningkatan prosentasi karies.
c. Umur
antara 40 – 50 tahun.
Pada umur ini sudah
terjadi retraksi atau menurunnya gusi dan papil sehingga, sisa- sisa makanan
sering lebih sukar dibersihkan.
2. Jenis
kelamin
Karies pada perempuan masa anak dan remaja lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Walaupun demikian, komposisi gigi hilang (M, Missing) lebih sedikit daripada
laki-laki.
3. Ras
Keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan
prosentase karies yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya pada ras
tertentu ada rahang yang sempit, sehingga gigi – gigi pada rahang sering tumbuh
tidak teratur, tentu dengan kondisi demikian mempersulit untuk membersihkan
gigi dan mulut dan ini mempertinggi prosentase karies pada ras tersebut.
4.
Oral
higiene
Karies dapat dikurangi dengan melakukan pembersihan plak secara mekanis dari
permukaan gigi. Pembersihan dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor
secara rutin dapat mencegah karies. Pemeriksaan gigi yang teratur dapat
mendeteksi karies dini dan gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak
secara teratur dapat mengurangi insiden karies dan plak akan berkurang sehingga
pembentukan asam akan berkuarang dan
karies tidak terjadi.
5. Air
ludah
Secara mekanis air ludah ini berfungsi untuk membasahi rongga
mulut dan makanan yang dikunyah. Secara enzimatis air ludah ini ikut dalam
sistem penguyahan untuk memecah unsur makanan. Telah diketahui bahwa pasien
dengan sekresi air ludah yang sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki
presentase karies.
6. Makanan
Pengaruh makanan tergantung pada komponen-komponennya dan
dipengaruhi berbagai macam faktor, karbohidrat akan dimetabolisme bakteri dan
plak menjadi asam dengan kadar yang berbeda. Seseorang dengan kebiasaan diet
gula terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan giginya dibandingkan dengan
kebiasaan diet lemak dan protein (Tarigan, 2015).
2.1.3
Patogenesis
karies
Proses terjadinya
karies dimulai dengan adanya plak beserta bakteri penyusunnya. Mikroorganisme laktobasillus dan streptococcus mempunyai peranan penting dalam terbentuknya
karies. Bakteri streptococcus akan membentuk asam sehingga menghasilkan pH yang
lebih rendah. Penurunan pH tersebut mendorong laktobasillus untuk memproduksi asam dan menyebabkan terjadinya
proses karies. Streptococcus memiliki
sifat-sifat tertentu yang memungkinkannya memegang peranan utama dalam proses
karies, yaitu memfermentasi karbohidrat menjadi asam sehingga mengakibatkan pH
turun, membentuk dan menyimpan polisakarida intraseluser dari berbagai jenis
karbohidrat, simpanan ini dapat dipecahkan kembali oleh mikroorganisme tersebut
bila karbohidrat eksogen kurang sehingga dengan demikian menghasilkan asam
terus menerus.
Proses karies diperkirakan sebagai
perubahan dinamik antara tahap demineralisasi dan remineralisasi. Proses
demineralisasi merupakan proses hilangnya sebagian atau keseluruhan dari
kristal enamel. Demineralisasi terjadi karena penurunan pH oleh bakteri
kariogenik selama metabolisme yang menghasilkan asam organik pada permukaan
gigi dan menyebabkan ion kalsium, fosfat dan mineral yang lain berdifusi keluar
enamel membentuk lesi dibawah permukaan. Sedangkan proses remineralisasi
merupakan proses pengembalian ion-ion kalsium dan fosfat yang terurai ke luar
enamel atau kebalikan reaksi demineralisasi dengan penumpatan kembali mineral
pada lesi dibawah permukaan enamel. Remineralisasi terjadi jika asam pada plak
dinetralkan oleh saliva seperti kalsium dan fosfat menggantikan mineral yang
hilang dibawah permukaan enamel.
Proses remineralisasi dan demineralisasi
terjadi secara bergantian didalam rongga mulut selama mengkonsumsi makanan dan
minuman. Lesi awal karies dapat mengalami remineralisasi tergantung pada
beberapa faktor diantaranya diet makanan, penggunaan fluor dan seimbangan pH
saliva. Jika lapisan tipis enamel masih utuh, lesi awal karies mengalami
demineralisasi secara terus menerus, maka lesi akan berlanjut ke dentin
membentuk kavitas yang tidak dapat kembali normal (irreversibel), tetapi mungkin juga tidak berkembang ( arrasted)
(Sari, 2013).
2.1.4
Karies jika tidak di rawat
Gigi telah
berlubang atau karies itu dibiarkan dan
tidak di lakukan perawatan, maka akan semakin meluas dan semakin dalam jika
lubang gigi sudah dalam dan merusak atap pulpa maka bakteri akan masuk ke ruang
pulpa sehingga terjadilah radang pulpa
atau pulpitis, akan berlanjut menjadi abses ( Pratiwi,2007).
2.2
Fluor
2.2.1
Definisi
fluor
Fluor
(F) merupakan salah satu unsur yang melimpah pada kerak bumi. Unsur ini di
temukan dalam bentuk ion fluorida (F). Fluor adalah mineral alamiah yang
terdapat di semua sumber air termasuk air laut. Fluor tidak pernah ditemukan
dalam bentuk bebas di alam. Ia bergabung dengan unsur lain membentuk senyawa
fluoride (Utomo, 2013).
2.2.2
Manfaat
Fluor
Penggunaan fluor dalam
kedokteran gigi mempunyai beberapa manfaat yaitu :
a. Pra
erupsi
1. Selama
pembentukan gigi, fluorida melindungi enamel dari pengurangan sejumlah matrik
yang di bentuk.
2. Pembentukan
enamel yang lebih baik dengan kristal yang lebih resisten terhadap asam.
3. Pemberian
yang optimal, kristal lebih besar, kandungan karbonat lebih rendah kelarutannya
terhadap asam.
4. Pengurangan
jumlah dan ukuran daerah yang menyebabkan akumulasi makanan dan plak.
b. Pasca
erupsi
1. Fluorapatit
menurunkan kelarutan enamel dalam asam.
2. Fluorapatit
lebih padat dan membentuk kristal sedang daerah permukaan yang bereaksi dengan
asam lebih sedikit.
3. Pembentukan
kalsium fluorida pada permukaan kristal (lapisan pelindung karena sedikit larut
dalam asam).
4. Fluoride
menggantikan ion karbonat dalam struktur apatit. Kristal apaptit dengan
karbonat rendah lebih stabil dan kurang larut dibandingkan karbonat tinggi.
5. Adanya
fluoride dalam saliva meningkatkan remineralisasi, sehingga merangsang
perbaikan/penghentian lesi karies awal.
6. Fluoride
menghambat banyak sistem enzim. Hambatan terhadap enzim yang terlibat dalam
pembentukan asam serta pengangkutan dan penyimpanan glukosa dalam streptokokus oral dan juga membatasi
penyediaan bahan cadangan untuk pembuatan asam dalam sintesa polisakarida (Herdiyanti
dan sasmita, 2010).
2.2.3
Penggunaan
fluor
Cara penggunaan fluor dapat dibagi menjadi, secara sistemik
dan topical.
a. Sistemik
Penggunaan fluor secara
sistemik merupakan fluor yang diperoleh tubuh melalui pencernaan dan ikut
membentuk struktur gigi. Penggunaan fluor secara sistemik untuk gigi yang belum
erupsi. Terdapat tiga cara pemberian fluor secara sistemik, yaitu :
1. Fluoridasi
air minum
Air minum yang di konsumsi
di suatu daerah, atau kota tertentu dibubuhi zat kimia maka penduduk di daerah
tersebut akan terlindung dari karies. Pemberian fluor dalam air minum ini
jumlahnya bervariasi antara 1 – 1,2 ppm (part per million).
2. Pemberian
fluor melalui makanan
Makanan yang mengandung
fluor hanya di anjurkan untuk mereka (terutama anak–anak) yang tinggal di
daerah yang sumber airnya rendah fluor atau tidak terfluoridasi. Beberapa
makanan yang berasal dari tumbuhan di pengaruhi oleh konsentrasi fluor dalam
air pada tumbuhan tersebut misalnya dalam kentang, kapri, tomat, jeruk, apel
dan strawberi terdapat 0,1 mg/kg. Sedangkan pada tanaman teh terdapat kandungan
fluor antara 3,2 – 400 mg/kg.
3. Pemberian
fluor dalam bentuk obat – obatan
Pemberian fluor dapat
juga dilakukan dengan tablet, baik itu dikombinasikan dengan vitamin – vitamin
lain maupun dengan tablet tersendiri. Pemberian tablet fluor disarankan pada
anak yang beresiko karies tinggi dengan air minum yang tidak mempunyai kadar
fluor yang optimal (Herdiyanti dan Sasmita, 2010).
b. Pemberian
dalam bentuk Topical
Penggunaan fluor sebagi bahan topikal aplikasi telah dilakukan
sejak lama dan telah terbukti menghambat pembentukan asam dan pertumbuhan
mikroorganisme sehingga menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam mempertahan
permukaan gigi dan proses karies. Penggunaan fluor secara topikal untuk gigi
yang sudah erupsi, dilakukan dengan beberapa cara :
1. Topikal
Aplikasi
Topikal aplikasi fluor
adalah pengolesan langsung fluor pada enamel gigi. Setelah gigi di oleskan
fluor lalu dibiarkan kering selama 5 menit, dan selama 1 jam tidak boleh di
gunakan makan, minum atau kumur - kumur. Sediaan fluor dibuat dalam berbagai
bentuk yaitu NaF, SnF, APF yang memakainya diulaskan pada permukaan gigi dan
pemberian vasnish fluor. Pemberian varnish fluor di anjurkan bila penggunaan
pasta gigi mengandung fluor, tablet fluor dan obat kumur tidak mencukupi untuk
mencegah atau menghambat perkembangan karies.
2. Kumur-kumur
dengan larutan fluor
3. Obat
kumur yang mengandung fluor dapat menurunkan karies sebanyak 20–50%. Penggunaan
obat kumur disarankan untuk anak berumur diatas enam tahun karena telah mampu
berkumur dengan baik dan orang dewasa yang mudah terserang karies, serta bagi
pasien – pasien yang memakai alat ortho.
4. Menggosok
gigi dengan pasta gigi yang mengandung fluor
Menggosok gigi dua kali
sehari menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor terbukti dapat menurunkan
karies (Herdiyanti dan sasmita, 2010).
2.2.4
Indikasi dan kontraindikasi
Menurut
Donley (2003), melalui :
1. Indikasi
a. pasien anak di bawah 5 tahun yang memiliki resiko
karies sedang sampai tinggi
b. gigi dengan permukaan akar yang terbuka
c. gigi yang sensitif
d. anak – anak dengan kelainan motorik, sehingga sulit
untuk membersihkan gigi (contoh : Down syndrome)
e. pasien yang sedang dalam perawatan orthodontik
2. Kontraindikasi
a. Pasien anak dengan risiko karies rendah
b. Pasien yang tinggal di kawasan dengan air minum yang
kadar fluornya tinggi
c. Terdapat kavitas yang terbuka
2.2.5
Metabolisme dan ekskresi fluor
Ion fluor 96% diabsorsi melalui saluran pencernaan
yakni pada lambung dan usus kecil. Setelah masuk pencernaan, fluor diabsorbsi
selama 30-90 menit, terutama melalui mokusa usus dan lambung. Distribusi fluor
berlangsung cepat mengikuti dosis fluor dalam rongga mulut. Konsentrasi fluor
dalam darah akan mencapai puncaknya sekitar satu jam setelah konsumsi fluor dan
selanjutnya akan menurun. Empat jam kemudian konsentrasi fluor dalam plasma akan
menjadi normal kembali, yaitu sekitar 0,01 sampai 0.15 ppm. 90-95% fluor dalam
tubuh akan diekskresikan melalui urine. Selain itu sekitar 5-10 % dapat di ekskresikan
juga melalui Fases, Keringat, Kelenjar air susu, Kelenjar saliva, dan cairan
ginggiva dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam struktur gigi, fluor terdopisit
dalam enamel melalui jalur sistemik ketika gigi tumbuh dan dalam fase
pematangan. Pada geligi dewasa, fluor yang ada didalam lingkungan rongga mulut
masuk melalui enamel dengan mekanisme fisikokimiawi. Konsentrasi fluor pada
enamel individu yang secara rutin mengkonsumsi air minum dengan kadar fluor 1
ppm, dapat mencapai 800-900 ppm pada permukaan luar. Fluor juga berpenetrasi
pada bgaian enamel yang mengalami demineralisasi akibat terbentuknya karies
yang baru (Utomo,2013).
2.2.6 Intake dan toksisitas fluor
Secara optimal intake fluor yang telah
ditetapkan WHO adalah 0,07 mg/kg berat badan per hari. Sedangkan menurut
Mc.Clure, untuk anak-anak usia 1-12 tahun, intake yang paling optimal adalah
0,05 mg/kg berat badan, sementara menurut farkas, intake yang paling optimal
tanpa menimbulakan fluororsis adalah 0,07 mg/kg berat badan untuk usia 1-12
tahun.
Jaringan gigi biasanya menunjukkan
tanda-tanda awal terjadinya toksisitas. Mottled enamel merupakan suatu
manifestasi awal konsumsi fluor yang berlebihan. Paparan fluor dalam
konsentrasi tinggi dan lama akan menyebabkan terjadinya detruksi gigi.
Peningkatan di atas 1 mg/L pada air minum akan menunjukkan tanda-tanda klinis
terjadinya toksisitas. Pada penderita fluorosis, konsentrasi fluor dalam darah meningkat dari konsentrasi
normal ± 0,04 µg/ml menjadi 0,5-0,8 µg/ml.
Tanda-tanda awal asupan fluor yang berlebihan adalah
timbulnya belang-belang pada enamel (fluorosed)
pada masa erupsi gigi. Secara klinis timbul berupa garis-garis putih yang halus
pada enamel. Bahkan enemel bisa retak hinggi pecah ketika erupsi gigi sedang
berlangsung. Tingkat keparahan fluorosis tergantung pada seberapa jumlah fluor
yang tertelan, waktu, dan kerentanan individu, misalnya berat badan penderita (
Utomo,2013).
2.2.7
Mekanisme
kerja fluor dalam mencegah karies
Terapi
fluor dalam konsentrasi yang tepat dapat berperan dalam menghambat proses
demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi enamel dan dentin, baik
penggunaan secara topikal dalam bentuk kumur, varnish, maupun penggunaan lain
seperti pasta gigi.
Mineral enamel tersusun dari
kristal apatit yang terdiri dari ion kalsium (Ca2+), fosfat (PO43-)
dan hidroksil-apatit atau Ca10(PO4)6(OH)2-.
Setiap gugus ion akan membentuk fluorapatit atau Ca(PO4)6F2.
Fluor dapat dijumpai pada jaringan keras karena afinitasnya yang besar terhadap
jaringan tulang dan mineral gigi. Kekerasan tulang dan gigi disebabkan kadar
senyawa kalsium fosfat yang tinggi dan diantara senyawa kalsium fosfat, hidroksilapatiti
merupakan senyawa yang memegang peranan yang paling penting.
Ketika
fluor dikonsumsi dan melekat pada enamel, akan terjadi reaksi permulaan
terbentuknya endapan kalsium fluorida di permukaan enamel yang permulaan
terbentuknya endapan kalsium fluorida di permukaan enamel yang jumlahnya lebih
banyak daripada terbentuknya fluorapatit di reaksi yang kedua.
Ca10(PO4)6(OH)2-+
20 F
Hidroksil-apatit
|
10CaF2
+ 6PO4 + 2OH
Kalsium fluorida
|
Caf2
tidak terikat kuat dan secara bertahap akan terlepas. Karena Caf2
dapat larut sedikir di dalam air, kebanyakan zat ini akan larut dan hilang
dalam beberapa jam setelah terapi, tetapi sebagian diikat oleh enamel.
Selanjutnya reaksi kedua akan terbentuk sebagai berikut
Ca10(PO4)6(OH)2-+
2 F
Hidroksil-apatit
|
Ca10(PO4)6F2
+ 2OH
Fluorapatit
|
Pada reaksi ini terjadi pertukaran langsung antara
ion OH dan ion F-, reaksi pertukaran ini tergantung dari pH, dimana pada pH 4
reaksi akan berlangsung lebih cepat dibandingkan reaksi pada pH 7, karena pada
pH rendah akan terbentuk hasil berupa ikatan kalsiumfosfat yang disebut dengan
brushit.
Efek fluor secara topikal dalam menghambat karies
meliputi 3 mekanisme :
1. Glikolisis
Sifat
antibakteri fluor yang bekerja pada plak dengan pH rendah dengan pH rendah dengan cara membentuk asam hidrofluorik yang akan mempengaruhi kerja
kerja enzim yang berhubungan.
2. Demineralisasi
Proses ini
fluor menghambat kelarutan kalsium dan fosfat pada permukaan enamel pada lesi karies dini pada waktu terjadi
kerusakan.
3. Remineralisasi
Proses ini
fluor menambah remineralisasi dengan cara pengendapan
kalsium dan fosfat pada permukaan enamel agar terjadi
rekristalisasi sehingga lebih tahan terhadap asam ( Agtini dkk, 2005).
Peningkatan kadar fluor diharapkan akan dapat
mencegah terjadinya karies melalui 3 tahap, yaitu melalui efek anti bakteri,
peningkatan remineralisasi dan penurunan demineralisasi enamel. Fluor memiliki
kemampuan dalam menghambat produksi polisakarida oleh bakteri kariogenik
sehingga menurunkan perlekatan plak dan mengurangi koloni bakteri. Selain itu,
fluor juga dapat menghambat metabolisme karbohidrat oleh bakteri sehingga hasil
sampingan berupa asam dapat dikurangi. Ketika asam dihasilkan karena
metabolisme karbohidrat, penurunan pH akan memicu reaksi fluor berlangsung
lebih cepat. Semakin banyak kadar fluor yang ada, maka reaksi yang terjadi juga
akan semakin banyak. Rilis fluor akan berekasi dengan hidroksilapatiti dan
menghasilkan fluorapatit, suatu lapisan kristal enamel baru yang lebih kuat dan
lebih tahan asam sehingga demineralisasi dapat dihambat. Proses terbentuknya
kristal baru tersebut berlangsung terus menerus. Peningkatan kadar fluor dari
aplikasi obat kumur yang mengandung fluor dapat menghambat aktifitas karies.
Demineralization
Acid
Remineralization
Calsium
Phospate
Fluoride
|
Enamel Crystal =
Carbonated Apatit
|
Performed Enamel Crystal
|
Partly Dissolved Enamel
Crystal
|
New fluorapatit-like
coating on crystal
|
Gambar 2.1
Mekanisme fluor dalam
mencegah karies
Fluor merupakan salah satu agen kariostat yang
paling efektif dalam kedokteran gigi terutama kedokteran gigi anak. Berdasarkan
penelitian oleh jeevarethan, aplikasi topikal fluor dapat menurunkan koloni streptococuc mutans pada plak setelah 24 jam secara signifikan.
Fluor memiliki kemampuan mengurangi metabolisme karbohidrat dan menghambat
produksi asam sehingga pertumbuhan plak akan melambat ( Utomo,2013).
2.3 Air
2.3.1
Pengertian
Air
Air adalah sangat
penting bagi kehidupan manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa air tetapi masih
bisa bertahan hidup tanpa makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian
besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55 – 60 % berat badan terdiri
dari air, sedangkan anak-anak sekitar 65 % berat badan dan untuk bayi sekitar
80 %.
Kebutuhan manusia
akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan
sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara memerlukan air antara 60-120
liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk indonesia tiap
orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari.
Di antara
kegunaan-kegunaan air tersebut, yang penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh
karena itu, Untuk keperluan minum (termasuk untuk masak) air harus mempunyai
persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.
Syarat- syarat air minum yang sehat :
Agar air minum tidak menyebabkan
penyakit, maka air tersebut hendaknya di usahakan memenuhi persyaratan-persyaratan
kesehatan, setidaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Syarat
fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang
sehat adalah bening (tak berwarna), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara di
luarnya sehingga dalam kehidupam sehari-hari. Cara mengenal air yang memenuhi
persyaratan fisik ini tidak sukar.
2. Syarat
bakteriologis
Air untuk keperluan
minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen.
Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen
adalah dengan memeriksa sampel air. Dan bila pemeriksaan 100 cc air terdapat
kurang dari 4 bakteri E.coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
3. Syarat
kimia
Air minum yang sehat
harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah yang tertentu pula.
Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air, akan menyebabkan
gangguan fisiologis pada manusia. Bahan-bahan atau zat kimia yang terdapat
dalam air yang ideal antara lain :
Jenis bahan
|
Kadar yang dibenarkan (mg/liter)
|
Fluor (F)
Chlor (CI)
Arsen (As)
Tembaga (Cu)
Besi (Fe)
Zat organik
Ph (keasaman)
Co 2
|
1 – 1,5
250
0.05
1,0
0,3
10
6,5 – 9,0
0
|
Tabel 2.1
2.3.2
Sumber
– Sumber Air Minum
6
|
5
|
3
|
2
|
4
|
1
|
Gambar 2.2
Skema
Lapisan-lapisan Air Tanah
1. Air
Hujan
Merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni
yang ketika turun dan melalui udara akan melalui benda-benda yang terdapat di
udara, diantara benda-benda yang terlarut dari udara tersebut adalah: gas O2,
CO2, N2, juga zat-zat renik dan debu. Dalam keadaan murni, air hujan sangat
bersih, tetapi setelah mencapai permukaan bumi, air hujan tidak murni lagi
karena ada pengotoran udara yang disebabkan oleh pengotoran industri/debu dan
lain sebagainya
2. Air
permukaan
Air permukaan berasal dari air hujan yang mengalir
di permukaan bumi. Air permukaan ini kemudian mengalir ke sungai-sungai dan
danau. Pada umumnya air permukaan ini akan mengalami pengotoran selama
pengaliran. Dibandingkan dengan sumber lain air permukaan merupakan sumber air
yang tercemar berat.
3. Air
sungai dan danau
Menurut
asalnya sebagian dari sungai dan air danau ini juga dari air hujan yang
mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai dan danau. Air sungai dan
danau ini sering terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai kotoran, maka bila
akan dijadikan air minum harus diolah dahulu.
4. Mata air
Tempat dimana air tanah keluar kepemukaan tanah.
Keluarnya air tanah tersebut secara alami dan biasanya terletak di lereng-
lereng gunung atau sepanjang tepi sungai. Sedangkan Air tanah mengalami proses
filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan, didalam
perjalanannya ke bawah tanah membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih
murni dibandingkan dengan air permukaan. Secara praktis air tanah adalah air
bebas polutan karena berada di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang mengganggu
kesehatan.
5. Air
dari sumur dangkal
Air dari sumur dangkal akan terdapat pada kedalaman
15 meter. Air tanah ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber air minum melalui
sumur-sumur dangkal. Dari segi kualitas agak baik sedangkan kuantitasnya kurang
cukup dan tergantung pada musim.
6. Air
sumur dalam
Air ini berasal
dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari permukaan tanah biasanya di
atas 15 meter. Oleh karena itu sebagian besar air sumur dalam ini sudah cukup
sehat untuk dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan)
(Notoatmodjo. 2010).
2.4 Gambaran geografis
Posisi geografi Kabupaten
Kediri terletak antara 1110 47' 05" sampai dengan 1120
18'20" Bujur Timur dan 70 36' 12" sampai dengan 80
0' 32 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Kediri diapit oleh 5 Kabupaten,
yaitu : Sebelah Barat : Tulungagung dan Nganjuk, Sebelah Utara : Nganjuk dan Jombang, Sebelah Timur
: Jombang dan Malang, Sebelah Selatan : Blitar dan Tulungagung.
Kondisi topografi terdiri
dari dataran rendah dan pegunungan dengan ketinggian 64 –
1000 diatas permukaan laut dan dilalui
aliran sungai Brantas yang membelah dari selatan ke utara. Suhu
udara berkisar antara 23 0C sampai dengan 310 C dengan
tingkat curah hujan rata-rata sekitar 1652 mm per hari. secara keseluruhan luas
wilayah ada sekitar 1.386.05 Km2 atau + 5%, dari luas
wilyah Propinsi Jawa Timur. Kabupaten kediri terbagi menjadi 29 Kecamatan serta 343 Desa dan 1 Kelurahan.
Wilayah Kabupaten Kediri
diapit oleh dua gunung yang berbeda sifatnya, yaitu Gunung Kelud di sebelah
Timur yang bersifat Vulkanik dan Gunung Wilis disebelah barat yang bersifat non
vulkanik, sedangkan tepat di bagian tengah wilyah Kabupaten Kediri melintas
sungai Brantas yang membelah wilayah Kabupaten Kediri menjadi dua bagian, yaitu
bagian barat sungai Brantas: merupakan perbukitan lereng Gunung Wilis dan
Gunung Klotok. dan bagian timur Sungai Brantas.
Kecamatan Plemahan
terletak di sebelah utara Kabupaten Kediri dan batas wilayah sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Pagu, batas wilayah sebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Papar, batas wilayah
sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pare, sedangkan batas wilayah sebelah
selatan berbatasan dengan Kecamatan Kunjang.
Kecamatan Plemahan memiliki luas 47,88 km dan terbagi dari 19 Desa/Kelurahan dengan jumlah masyarakat Kecamatan Plemahan keseluruhan pada tahun 2015
sebesar 55.417 jiwa.
Dusun Banjarsari
merupakan dusun di Desa Sidowarek yang berbatasan dengan Dusun Rejosari dan
Desa Paldaplang Kecamatan Badas. Luas Desa Sidowarek adalah 47,88 km2 dengan jumlah warga Desa Sidowarek 2516 jiwa dan jumlah warga Dusun Banjarsari
495 jiwa. ( Profil Kabupaten Kediri, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Agtini MD, Sintawati, Tjahja I. 2005. Fluor dan Kesehatan Gigi. Media Litbang
Kesehatan Vol:XV no. 2. Hal 25-31.
Herdiyanti
Y, Sasmita SI. 2010. Penggunaan fluor
dalam kedokteran gigi. Bandung. Universitas Padjadjaran.
Hidayat
S, Utami K Naning, Amperawati M. 2014. Indeks
Def-t pada anak taman kanak-kanak sekota Banjarbaru Kalimantan Selatan.
Jakarta. Jurnal Skala kesehatan vol:5 no.2
Iswanto
L, Posangi J, Mintjelungan C. 2016. Profil
Status Karies Pada Anak Usia 13-15 Tahun Dan Kadar Fluor Air Sumur Di Daerah
Pesisir Pantai Dan Daerah Pegunungan. Manado. Jurnal e-Gigi (eG) vol:4 no. 2. Hal 115-123.
Kementerian
Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar
Riskesdas 2013. Badan Penelitiandan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Hal 110-117.
Musta`inah
I,2012. Perbedaan karies gigi dan kadar
fluor air sumur siswa SMA di Kecamatan Asembagus (daerah pantai) dan di
Kecamatan Sukosari (daerah gunung). Jember. Universitas Jember. Skripsi.
Notoatmodjo
S, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip.
Jakarta. Rineka Cipta. Hal 152-155.
,2012. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta. Rineka Cipta. Hal 20.
Oktavilia
D Wina, Probosari N, Sulistiyani. 2014. Perbedaan
OHI-S, DMF-T dan def-t pada sekolah dasar berdasarkan letak geografis di
Kabupaten Situbondo. Jember. e-Jurnal Pustaka kesehatan vol:2. Hal 34-41.
Pratiwi
D,2007. Gigi Sehat Merawat Gigi
Sehari-Hari. Jakarta. Kompas Media Nusantara. Hal 25.
Profil kabupaten
kediri, 2013. Gambaran Umum Kondisi
Daerah Kabupaten Kediri. Hal 1-18.
Rochmawati, 2012. Gambaran Karies Gigi Berdasarkan Kadar Fluor Air Sumur Pada Masyarakat di Kecamatan Asembagus,
Kabupaten Situbondo. Jember. Universitas Jember. Skripsi.
Sumiok
BS, Pengemanan, Niwayan 2015. Gambaran Kadar
Fluor Air Sumur Dengan Karies Gigi Di Desa Boyongpante Dua. Manado.
PHARMACON-Jurnal Ilmiah Farmasi. Hal 116-119.
Tarigan,
R. 2015. Karies Gigi. EGC. Jakarta.
Hal. 1-33.
Utomo PD,2013. Perbedaan
Kadar fluor Saliva pada anak setalah pemakaian obat kumur yang mengandung
sodium Fluorida. Surabaya. ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga.
Viona
AN, 2016. Identifikasi kadar fluor pada
air sumur dengan DMF-T pada siswa SDN Keboan Anom Sidoarjo, Surabaya, Karya
Tulis Ilmiah.
Komentar
Posting Komentar